Kota – kota besar di belahan dunia menjadi sangat terkenal karena mempunyai karakter spesifik yang dimiliki sebagai identitas kota tentu bukan hanya fisik namun juga low fisik. Hal ini selaras dengan pendapat bukunya Brand new Marketing of your own Metropolitan areas yang menyebutkan keberhasilan kota besar dunia menjual kotanya disebabkan karena memiliki keunikan dalam salah sebuah fungsi kehidupan kota seperti sejarah, kualitas ruang (termasuk infrastruktur kota), gaya hidup dan budaya dengan landasan system kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah kotanya. Dari elemen fisik kotanya, siapa yang tidak kenal dengan Menara Eiffel di Paris , Patung Liberty di New york atau Menara Kincir Angin di Belanda?
Bentuk Sasando dapat diterapkan dalam berbagai bentuk elemen fisik kota seperti bangunan, gerbang kota dan berbagai eleman ruang publik kota
Berbagai pendapat para poder ahli menyebutkan pengertian identitas kota lebih dari sekedar ciri fisik suatu obyek, melainkan juga makna yang terkandung di dalamnya atau aspek-aspek low fisik yang dimiliki. Kevin Lynch dalam bukunya Image of The city , “ identitas kota adalah bukan dalam arti keserupaan suatu objek dengan yang lain, tetapi justru mengacu kepada makna individualitas yang mencerminkan perbedaannya dengan objek lain serta pengenalannya sebagai entitas tersendiri. Identitas kota adalah citra mental yang terbentuk dari ritme biologis tempat dan ruang tertentu yang mencerminkan waktu (sense of day ), yang ditumbuhkan dari dalam secara mengakar oleh aktivitas sosial-ekonomi-budaya masyarakat kota itu sendiri “.
Tersedia berlimpah sehingga Kupang sering mendapat julukan Kota Karang
Identitas suatu kota tidak sekedar simbolis arsitektural semata sehingga dengan membangun sebuah elemen fisik (tangible) menjadi landmark fisik di kota sudah dapat dikatakan menciptakan identitas suatu kota. Memahami identitas kota tidak hanya berorientasi pada keberadaan elemen-elemen fisik maupun kejelasan struktur kotanya namun yang lebih penting adalah terbangunya komunikasi antara manusia dengan artefak fisik kota. Sehingga adanya sebuah “sense” yang memberikan makna bagi setiap orang yang menikmati setiap sudut ruang kota. Identitas sebuah kota terbentuk oleh kondisi, karakter, dan keunggulan kompetitif yang dimiliki kota tersebut. Keunggulan kompetitif adalah sesuatu yang berbeda dengan kota-kota lain. Unik, Khas., Istimewa.
Identitas fisik kota Kupang dapat ditelusuri, digali dan ditemukan melalui potensi elemen yang sudah ada dan menjadi bagian keseharian perjalanan Kota Kupang. Elemen fisik yang ada dapat menjadi citra kota yang kemudian bersama dengan elemen non fisik mengalami evolusi proses untuk membentuk identitas kota Kupang.
Alat musik tradisional Rote ini sudah menjadi ikon budaya NTT baik di nasional maupun internasional. Sasando juga sekaligus menjadi lambang pemerintah Kota Kupang. Bandingkan dengan simbol kota lain seperti Kujang sebagai simbol Kota Bogor, Udang simbol Kota Sidoardjo , Buaya dan Hiu simbol kota Surabaya atau Tugu Monas jadi simbol DKI Jakarta. Potensi Sasando untuk menjadi identitas fisik kota Kupang terbuka lebar. Bentuk Sasando sudah diaplikasi seperti Patung Sasando di depan Gedung Ina Boi, Bandara El Tari, dan terakhir yang spektakuler adalah Bangunan Kantor Gubernur NTT yang baru, dimana gagasan bentuk Sasando bangunan ini lahir dari sebuah Sayembera Arsitetkur. Karya – karya arsitektural dengan bentuk Sasando masih dinantikan kehadirannya di Kota Kupang, akan membawa keunikan dan dapat berpotensi menjadi awal pembentuk identitas fisik Kota Kupang. Seperti Kota Sydney yang identik dengan bangunan Sidney Opera House atau Singapura dengan Patung Lion. Diperlukan pengaturan untuk memaksimalkan potensi bentuk Sasando dalam transformasi karya arsitektural sehingga unsur bentuk Sasando dalam sebuah karya arsitektural mendukung karakter kota dan dapat menjadi ikon kota yang pada akhirnya menjadi identitias fisik Kota Kupang. Tentu kita perlu belajar dari Bali , yang mempunyai regulasi terkait pengunaan karya arsitekteur lokal dalam setiap bangunan atau kawasan kota sehingga karya arsitektur yang dibangun selalu mempunyai ciri khas seperti penggunaan situation bata terakota dan penggunaan ornamen unsur budaya Hindu setempat.
Batu karang yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk menjadi membentuk identitas fisik secara arsitektural. Pada desain bangunan diterapkan untuk eleman dinding bangunan atau pagar dari batu karang termasuk ekspose materialnya. Untuk ruang terbuka publik dapat dterapkan untuk pot tamam, pembatas sirkulasi, gerbang atau patung (sculpture) sehingga ruang terbuka menjadi khas batu karang. Koridor jalan utama juga dapat dirancang dengan memanfaatkan potensi batu karang an hias, gerbang jalan, dudukan lampu jalan. Hal ini dapat menjadi unik dan jika diterapkan di seluruh urban area publik an kota, berpeluang memberikan nila estetika wajah kota. Kita dapat minimalkan penggunaan batu alam dari luar daerah seperti batu candi, batu paras, dan sejenisnya dengan memanfaatkan batu karang yang memang tersedia disini. Sebagai contoh, penggunaan dinding – dinding batu kapur alam pada kompleks Taman Budaya Patung Garuda Wisnu Kencana di Uluwatu Bali menjadi contoh pemanfaatan potensi batuan yang ada di sekitar lokasi menjadi karya arsitektural yang berkualitas. Kalau di Bali identik dengan penggunan bata tera kota maka Kota Kupang dapat diidentikkan dengan Batu Karang.